
Mediapewarta.co.id Kota Batu ; Istitha'ah kesehatan haji adalah kemampuan seorang calon jemaah haji dari aspek kesehatan, baik fisik maupun mental, yang terukur dan dapat dipertanggungjawabkan, sehingga ia dapat menjalankan seluruh rangkaian ibadah haji sesuai tuntunan agama Islam dengan aman dan nyaman.
Hal ini disampaikan oleh dr. Susana Indahwati (KMK), CPRM Kepala Bidang Pencegahan, Pengendalian Penyakit dan Penanganan Bencana
Dinas Kesehatan Kota Batu, disela - sela kegiatan pelepasan 197 calon jamaah haji Kota Batu tahun 2025 yang dilaksanakan di Graha Pancasila Balaikota Among Tani, jalan Panglima Sudirman Kecamatan Batu kota Batu, pada Rabu (21/5/2025).
" Istitha'ah Kesehatan Haji
adalah syarat mutlak yang harus dipenuhi calon jemaah haji di Indonesia sebelum mereka dapat melunasi biaya perjalanan haji (Bipih) dan berangkat ke Tanah Suci.
Mengapa Istitha'ah Kesehatan Penting?
Ibadah haji adalah ibadah yang sangat menguras fisik dan mental. Aktivitas seperti tawaf (mengelilingi Ka'bah), sa'i (berlari kecil antara Safa dan Marwah), wukuf (berdiam diri di Arafah), serta berjalan kaki dalam jarak yang cukup jauh membutuhkan stamina dan ketahanan tubuh yang prima. Lingkungan di Tanah Suci juga memiliki tantangan tersendiri, seperti cuaca yang ekstrem (panas terik), keramaian, dan potensi paparan penyakit.
Dengan adanya istitha'ah kesehatan, pemerintah (melalui Kementerian Kesehatan) bertujuan untuk:
* Melindungi jemaah haji: Memastikan jemaah dalam kondisi optimal agar dapat beribadah tanpa membahayakan diri sendiri atau orang lain.
* Mengurangi risiko kematian dan kesakitan: Meminimalkan angka kejadian penyakit atau kematian selama pelaksanaan haji.
* Meningkatkan kualitas ibadah: Memungkinkan jemaah untuk fokus beribadah tanpa terbebani masalah kesehatan yang serius.
Faktor-faktor Penentu Istitha'ah Kesehatan :
Pemeriksaan istitha'ah kesehatan calon jemaah haji di Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2016 tentang Istitha'ah Kesehatan Jemaah Haji.
Pemeriksaan ini meliputi:
* Pemeriksaan Medis Menyeluruh (Medical Check-up): pemeriksaan fisik (tekanan darah, detak jantung, kondisi organ vital), laboratorium (darah, urine), dan penunjang lainnya seperti EKG ( elektrokardiogram ) atau rontgen jika diperlukan.
* Pemeriksaan Kognitif: Mengukur kemampuan berpikir, mengingat, dan berkonsentrasi.
* Pemeriksaan Kesehatan Mental: Mengidentifikasi adanya gangguan kejiwaan yang dapat menghambat pelaksanaan ibadah.
* Pemeriksaan Kemampuan Melakukan Aktivitas Keseharian ( Activity Daily Living - ADL ) secara Mandiri: Menilai kemampuan jemaah untuk melakukan aktivitas dasar seperti makan, minum, mandi, berpakaian, dan bergerak tanpa bantuan.
Beberapa kondisi kesehatan yang dapat menyebabkan seorang calon jemaah haji dinyatakan tidak memenuhi istitha'ah kesehatan (atau tidak istitha'ah sementara) antara lain:
* Penyakit jantung kronis dengan gejala saat istirahat atau aktivitas ringan (misalnya, gagal jantung stadium IV, penyakit jantung koroner tidak terkontrol).
* Penyakit paru kronis yang membutuhkan oksigen terus-menerus (misalnya, PPOK derajat IV).
* Gagal ginjal yang memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal.
* Sirosis hati dengan tanda gagal fungsi.
* Gangguan neurologis atau psikologis yang menyebabkan disabilitas motorik berat atau gangguan kognitif (misalnya, demensia pada lansia, skizofrenia atau gangguan bipolar tidak terkontrol).
* Penyakit menular aktif yang berisiko menulari jemaah lain (misalnya, TBC paru aktif).
* Kanker yang sedang dalam kemoterapi atau stadium lanjut.
* Kehamilan (terutama jika berisiko).
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia membagi istitha'ah kesehatan jemaah haji ke dalam beberapa kategori:
* Istitha'ah Kesehatan: Jemaah sehat dan tidak memiliki hambatan untuk melaksanakan ibadah haji.
* Istitha'ah Kesehatan dengan Pendampingan: Jemaah memiliki kondisi kesehatan tertentu yang memerlukan pendampingan (misalnya, lansia dengan penyakit kronis terkontrol, namun masih dapat melaksanakan ibadah dengan bantuan).
* Tidak Istitha'ah Sementara: Jemaah memiliki penyakit yang berpeluang sembuh atau terkontrol dalam waktu tertentu (misalnya, TBC yang belum selesai pengobatan), sehingga diberi kesempatan untuk memulihkan kesehatan sebelum berangkat.
* Tidak Istitha'ah Kesehatan: Jemaah memiliki kondisi kesehatan yang sangat berat dan permanen sehingga tidak memungkinkan untuk melaksanakan ibadah haji, bahkan dengan pendampingan.
Penting bagi calon jemaah haji untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh dan jujur agar status istitha'ah kesehatannya dapat ditetapkan dengan tepat.
Jemaah haji risiko tinggi kesehatan (Risti) adalah calon jemaah haji yang berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan memiliki kondisi tertentu yang membuatnya lebih rentan mengalami masalah kesehatan selama ibadah haji. Mereka diidentifikasi memiliki peluang lebih besar untuk sakit atau kondisi kesehatannya memburuk dibanding jemaah normal.
Kriteria utama yang menjadikan seorang jemaah haji masuk kategori Risti biasanya mencakup:
* Usia Lanjut: Umumnya, jemaah yang berusia di atas 60 tahun (atau di beberapa kebijakan di atas 65 tahun) seringkali dikategorikan Risti karena penurunan fungsi fisiologis tubuh seiring bertambahnya usia.
* Memiliki Penyakit Kronis/Penyerta (Komorbiditas): Ini adalah faktor risiko yang sangat signifikan. Penyakit kronis yang sering menjadi penentu kategori Risti antara lain:
* Penyakit Jantung: Penyakit jantung koroner, gagal jantung, atau hipertensi (tekanan darah tinggi) yang tidak terkontrol.
* Diabetes Mellitus (DM): Terutama DM yang tidak terkontrol dengan baik (misalnya, HbA1c > 8%).
* Penyakit Paru Kronis: Seperti PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis) dengan derajat keparahan tertentu, asma berat.
* Penyakit Ginjal Kronis: Terutama yang sudah memerlukan cuci darah.
* Gangguan Neurologis: Misalnya, riwayat stroke atau Parkinson.
* Gangguan Kesehatan Jiwa Berat: Seperti skizofrenia atau gangguan bipolar yang tidak terkontrol.
* Kanker: Terutama stadium lanjut atau yang sedang dalam pengobatan aktif seperti kemoterapi.
* Anemia berat
* Indeks Massa Tubuh (IMT) Berlebihan: Obesitas dapat memperburuk kondisi kesehatan dan meningkatkan risiko komplikasi.
* Kondisi Lain: Seperti adanya fraktur (patah tulang) yang membutuhkan imobilisasi, atau penyakit menular tertentu yang masih aktif.
Mengapa Jemaah Risti Perlu Perhatian Khusus?
Lingkungan dan aktivitas ibadah haji yang sangat menantang (cuaca ekstrem, keramaian, aktivitas fisik yang intens, dll.) dapat memicu atau memperburuk kondisi kesehatan jemaah Risti. Oleh karena itu, jemaah dalam kategori ini mendapatkan perhatian dan pengawasan kesehatan yang lebih ketat dari petugas kesehatan haji. Mereka biasanya diberi penanda khusus (misalnya, gelang warna tertentu) dan dianjurkan untuk kontrol rutin serta lebih berhati-hati dalam beraktivitas.
Meskipun masuk kategori Risti, seorang jemaah haji Risti tetap bisa berangkat haji asalkan memenuhi syarat istitha'ah kesehatan dengan pendampingan dan kondisi kesehatannya masih memungkinkan untuk dikelola selama di Tanah Suci. Pemerintah, melalui Kementerian Kesehatan, berupaya memberikan pembinaan dan pelayanan kesehatan yang optimal bagi jemaah Risti agar mereka dapat menunaikan ibadah haji dengan aman dan lancar.
Calon jamaah haji Kota Batu 2025 telah melalui pemeriksaan kesehatan tahap awal di akhir tahun 2024 dan tahap 2 di bulan Januari-Februari 2025.
Bagi calon jamaah haji Risti telah diberikan pendampingan selama minimal 3 bulan, sehingga sampai pada kondisi istithaah.
Pendampingan medis yang diberikan sesuai dengan kondisi kesehatan masing2 calon jamaah haji ", urainya.